Kepada dokter kejiwaan dari Kepolisian Daerah Jawa Timur dr Rony Subagia SpKj yang memeriksanya, Mujianto menceritakan ihwal kelainan seksualnya itu. Pria kelahiran 24 Januari 1988 ini mengaku tak memiliki sifat homoseksual sejak kecil. “Dia laki-laki normal,” kata Rony kepada Tempo, Senin, 20 Februari 2012.
Kehidupan normal itu dialami Mujianto setidaknya hingga berumur 22 tahun. Setelah gagal melanjutkan pendidikan formal ke sekolah menengah pertama, Mujianto memutuskan menjadi petani dan membantu ayah angkatnya, Parni, yang berprofesi sebagai buruh tani. Namun, ketika berusia 20 tahun, Mujianto memutuskan merantau ke Jakarta sebagai pedagang bakso.
Kerasnya kehidupan Ibu Kota membuat Mujianto patah arang dan pulang kembali ke desanya setelah dua tahun merantau. Selama proses pencarian kerja inilah Mujianto mengenal salah seorang pemain musik elektone di Kediri. Mujianto sangat tertarik menjadi bagian grup musik itu. “Dia ternyata hobi menyanyi,” kata Rony.
Gayung bersambut ketika koleganya itu membawa Mujianto kepada Joko Suprianto, 49 tahun, seorang guru Sekolah Menengah Pertama Negeri 6 Nganjuk yang juga pemilik grup musik elektone di Desa Sonopatik, Kecamatan Berbek, Nganjuk.
Setelah menyampaikan keinginan untuk menjadi penyanyi, Joko kemudian menampung Mujianto di rumahnya. Keinginan yang besar untuk menjadi penyanyi membuat Mujianto rela dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga di rumah itu.
Menurut dr Rony, perkenalan itulah yang mengubah kehidupan Mujianto secara drastis. Di malam pertama Mujianto menginap di rumah itu, Joko sudah mengajaknya berhubungan intim. Pada awalnya Mujianto sempat menolak ajakan itu. Namun, dengan segala rayuan yang dilakukan Joko, hubungan itu akhirnya terjadi.
Mujianto pada akhirnya juga merasa nyaman karena semua kebutuhan materinya dipenuhi. Sejak itulah Mujianto memposisikan Joko sebagai kekasihnya dan memosisikan dirinya sebagai pasangan laki-laki.
Perjuangan Mujianto untuk menjadi penyanyi akhirnya terwujud. Dia bahkan pernah menggelar pertunjukan musik di kampungnya, di Kediri, yang diiringi Joko sebagai pemain keyboard. “Mujianto menyanyi, suaranya enak,” kata Mujito, Kepala Dusun Pule, Desa Jati, Kediri, yang juga kerabat Mujianto.
Namun, ihwal kisah asmara antara sesama jenis itu disanggah Joko Suprianto. Dia berkukuh hanya mempekerjakan Mujianto sebagai pembantu rumah tangga dengan gaji Rp 200 ribu per bulan. “Dia saya tampung karena kasihan saja,” katanya beberapa waktu lalu.
HARI TRI WASONO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar